"99 CAHAYA DI LANGIT EROPA:
Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa"
Copyright © 2011 by Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
Desain cover dan isi: Suprianto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan pertama: Juli 2011
ISBN: 978-979-22-7274-1
424 hlm
S I N O P S I S
Aku mengucek-ucek mata. Lukisan Bunda Maria dan Bayi Yesus itu terlihat biasa saja. Jika, sedikit lagi saja hidungku menyentuh permukaan lukisan, alarm di Museum Louvre akan berdering-dering. Aku menyerah. Aku tidak bisa menemukan apa yang aneh pada lukisan itu.
"Percaya atau tidak, pinggiran hijab Bunda Maria itu bertahtakan kalimat tauhid Laa Ilaaha Illallah, Hanum," ungkap Marion akhirnya.
***
Apa yang Anda bayangkan jika mendengar "Eropa"? Eiffel? Colosseum? San Siro? Atau Tembok Berlin?
Bagi saya, Eropa adalah sejuta misteri tentang sebuah peradaban yang sangat luhur, peradaban keyakinan saya, Islam.
Buku ini bercerita tentang perjalanan sebuah "pencarian". Pencarian 99 cahaya kesempurnaan yang pernah dipancarkan Islam di benua ini.
Dalam perjalanan itu saya bertemu dengan orang-orang yang mengajari saya, apa itu Islam rahmatan lil alamin. Perjalanan yang mempertemukan saya dengan para pahlawan Islam pada masa lalu. Perjalanan yang merengkuh dan mendamaikan kalbu dan keberadaan diri saya.
Pada akhirnya, di buku ini Anda akan menemukan bahwa Eropa tak sekadar Eiffel atau Colosseum. Lebih.... sungguh lebih daripada itu.
"Buku ini berhasil memaparkan secara menarik betapa pertautan Islam di Eropa sudah berlangsung sangat lama dan menyentuh berbagai bidang peradaban. Cara menyampaikannya sangat jelas, ringan, runut, dan lancar mengalir. Selamat!"
--M. Amien Rais
(Ayahanda Penulis)
"Pengalaman Hanum sebagai penulis membuat novel perjalanan sekaligus sejarah ini mengalir lincah dan indah. Kehidupannya di luar negeri dan interaksinya dengan realitas sekulerisme membuatnya mampu bertutur dan berpikir 'out of the box' tanpa mengurangi esensi Islam sebagai rahmatan lil alamin."
--Najwa Shihab
(Jurnalis dan Host Program Mata Najwa, Metro TV)
"Karya ini penuh nuansa dan gemuruh perjalanan sejarah peradaban Islam Eropa, baik pada masa silam yang jauh maupun pada masa sekarang, ketika Islam dan Muslim berhadapan dengan realitas kian sulit di Eropa."
--Azyumardi Azra
(Guru Besar Sejarah, Direktur Sekolah Pascasarjana UIN, Jakarta)
"Hanum mampu merangkai kepingan mosaik tentang kebesaran Islam di Eropa beberapa abad lalu. Lebih jauh lagi, melihat nilai-nilai Islam dalam kehidupan Eropa. Islam dan Eropa sering ditempatkan dalam stigma 'berhadapan', sudah saatnya ditempatkan dalam kerangka stigma 'saling menguatkan'."
--Anis Baswedan
(Rektor Universitas Paramadina dan Ketua Indonesia Mengajar)
Ini kisah perjalanan seorang wanita muda dalam menjalani kehidupan di negeri orang. Salah satu negara di Eropa. Negara yang memberinya banyak ujian namun memberinya banyak pemahaman baru tentang keyakinannya. Keyakinan yang menjadi minoritas di sana. Islam.
Hanum Salsabiela harus meninggalkan tanah airnya demi menemani Sang suami, Rangga, yang mendapatkan beasiswa doktoral di salah satu universitas di Wina, Austria. Negara yang tidak hanya memiliki musim yang berbeda, tapi juga keyakinan dan cara berpikir. Negara sekuler yang menganggap keyakinan (agama) tak ada artinya. Negara dengan penduduk muslim sebagai minoritas. Namun di sana pulalah ia memulai perjalanan mengenal lebih dalam keyakinan yang dianutnya dari lahir.
Fatma mendesah dalam-dalam mempersiapkan jawabannya. "Algojo itu dengan santai menjawab, 'kalau raja, ratu, dan orang-orang di istana masih bisa tidur nyenyak, kenapa aku tidak?'" (Hlm 68)
Senyumlah. Memberi senyum adalah sedekah. (Hlm 92)Fatma, seorang imigran dari Turki yang mengikuti suaminya yang bekerja di Austria. Seorang ibu muda yang mendedikasikan hidupnya untuk sang suami dan putri kecilnya, Ayse. Seorang wanita yang selama tiga tahun tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Alasannya hanya satu, dikarenakan selembar kain yang menutup kepalanya. Fatma seorang muslim berhijab. Hanum mengenalnya ketika sama-sama mengikuti kursus bahasa Jerman, yang merupakan bahasa nasional yang digunakan di Austria. Dari Fatma-lah Hanum mengenal sejarah dan jejak Islam di Eropa. Dan Fatma pulalah yang mengajarkan Hanum untuk menjadi agen muslim yang baik.
"Hidayah turun tak pernah tahu di mana dan bagaimana. Tidak semua orang yang mengucap syahadat mendapatkannya saat di Sungai Danube. Banyak cara dan jalan ketika hidayah itu muncul, lalu meresap ke dalam hati dan jiwa." (Hlm 118)Hanum menjelajahi tempat-tempat bersejarah bukan sekedar mengagumi, tapi juga menemukan jejak Islam di masa lalu yang sama sekali tak terduga. Seperti lukisan Bunda Maria yang memangku Bayi Yusus yang ternyata ada ukiran syahadat di hijab yang digunakan. Hingga Masjid yang berubah menjadi Gereja ataupun sebaliknya.
"Aku berusaha membayangkan diriku sebagai masyarakat pada masa itu. Pada dasarnya manusia tidak pernah benar-benar membela agamanya. Apalagi sampai mau mati. Mereka hanya membela ego mereka sendiri," ucap Sergio sambil geleng-geleng kepala. (Hlm 256)Lalu secara tiba-tiba, Fatma menghilang. Rumahnya kosong, SMS-nya tak dibalas, bahkan email-pun tidak. Hanum kehilangan tidak hanya teman, tapi juga sahabat, bahkan saudara perempuan. Mereka pernah berjanji untuk mengunjungi Cordoba di Spanyol. Akankah janji itu terpenuhi?
Hanum menjelajahi benua Eropa untuk menemukan jejak-jejak kejayaan Islam di masa lalu. Mulai dari Wina - Austria, Paris - Perancis, Cordoba - Spanyol, Istambul - Turki hingga Mekkah dan Madinah....
Karena seperti yang pernah kusebutkan sebelumnya, yang paling penting dari mempelajari sejarah adalah bukan hanya kemampuan menjabarkan siapa yang menang siapa yang kalah, melainkan mengadaptasi semangat untuk terus menatap ke depan, mengambil sikap bijak darinya dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dunia. (Hlm 332)
Bagi saya, entah mengapa buku ini lebih berkesan sebagai buku traveling dan sejarah. Sejarah peradaban Islam yang pernah menguasai daratan Eropa. Unsur ke-Islam-annya kurang tersampaikan. Saya menikmatinya hanya sebagai buku pemandu wisata dan di mana bisa menemukan jejak-jejak Islam di masa lalu. Tidak lebih.
Bahwa membuat orang bahagia sekaligus diri kita bahagia sungguh sangat mudah, asalkan kita membuka mata hati kita. (Hlm 371)
Kisah ini mengajarkan saya bagaimana pandangan Islam di negeri sekuler. Namun seperti kisah Fatma dan para Muslim dalam bertahan hidup di antara manusia-manusia yang semakin tak mengenal Tuhan-nya kurang terekplorasi. Hanya sekilas dijabarkan.
Namun kisah ini sukses membuat saya ngiler. Kapan giliran saya untuk menjelajahi Eropa?
C O V E R - L A I N
DIADAPTASI KE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar